Searching...
Friday, 17 October 2014

Alex Noerdin Minta Moratorium Gambut Dikaji Ulang

20:25
Gubernur Sumsel, Alex Noerdin


PALEMBANG -– Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, meminta penundaan sementara perizinan hutan dan lahan gambutsejak tahun 2011 di Indonesia dikaji ulang. Sebab menurutnya, pemberian izin di lahan gambut dapat meminimalisir kebakaran hutan dan lahan.

Alex mengatakan, dalam sebuah kasus pembakaran di Sumsel lahangambut tidak menyebar ke wilayah yang dimiliki izin oleh perusahaan. Oleh sebab, dirinya meminta peninjauan ulang kebijakan tersebut.

“Ada lahan gambut di Sumsel yang sudah dikelola oleh perusahaan sebelum moratorium. Nyatanya, lahan gambut itu tidak terbakar karena dijadikan kebun dan dikelola dengan baik. Hal semacam itu bisa menjadi penahan terjadi kebakaran,” kata Alex kepada sejumlah wartawan di Griya Agung, Kamis (17/10/2014).

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel berupaya mencegah terulangnya kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di tahun mendatang. Sumsel tengah memetakan wilayah pembakaran dan membuat skema penahan agar kejadian serupa di tahun ini tidak terulang.

Alex meminta Universitas Sriwijaya melakukan kajian terhadap moratorium gambut. Hanya saja, dirinya meyakinkan masyarakat bila kajian tersebut membutuhkan waktu yang tidak lama. “Saya minta kepada Unsri mengkaji mana yang lebih besar manfaatnya bagi semua aspek, baik lingkungan dan lain-lain. Apakah moratorium diteruskan atau harus ada sebagian dikelola jadi penahan jalur api,” terangnya.

Sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menandatangani kebijakan Indonesia menerapkan moratorium perizinan hutan dan lahangambut. Menurut SBY, kebijakan itu untuk melindungi sekitar 63 juta hektar hutan dan gambut. Luas area ini lebih dari gabungan luas Malaysia dan Filipina.

SBY mengklaim, tingkat deforestasi Indonesia turun drastis, dari 1,2 juta hektar antara 2003 dan 2006, menjadi 450-600 ribu hektar per tahun, dalam masa moratorium 2011 hingga 2013. Dalam empat tahun ini, pemerintah telah menanam lebih dari empat miliar pohon.


0 comments:

Post a Comment