Searching...
Sunday, 2 November 2014

Alih Fungsi Rawa Dikomersialisasi

20:33


PALEMBANG – Rawa sebagai salah satu resapan air makin terancam keberadaannya. Laju pembangunan kota pempek sebagai ibu kota Provinsi Sumsel menyerang daerah-daerah rawa yang ada di Metropolis.
Ada tiga jenis rawa menurut peraturan daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembinaan, Pengendalian, dan Pemanfaatan Rawa. “Berdasarkan Perda yang ada, sudah jelas disebutkan bahwa rawa memang boleh dimanfaatkan asal sesuai dengan fungsinya,” kata Kepala Dinas PU Bina Marga dan PSDA Palembang, Darma Budhi, belum lama ini.

Ada rawa konservasi yang merupakan lahan genangan air secara alamiah tergenang secara terus-menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat. Rawa ini punya ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, biologis, dan dataran yang tidak dapat dialihfungsikan.

Rawa konservasi untuk menjamin dan memelihara kelestarian keberadaan rawa sebagai sumber air dan tampungan air pengendali banjir. Yang kedua, rawa budidaya. Keberadaan rawa ini dipertahankan fungsinya sebagai rawa berdasarkan pertimbangan teknis, sosial ekonomi, dan lingkungan.

Tujuannya untuk menjamin dan memelihara kelestarian keberadaan rawa sebagai sumber air serta dapat dimanfaatkan untuk permukiman, lahan pertanian, atau perkebunan tanpa melakukan penimbunan.
Terakhir, rawa reklamasi. Rawa jenis ini dapat dimanfaatkan dengan cara mengeringkan, menimbun, dan mengalihfungsikan peruntukkannya dengan tetap memperhatikan fungsi rawa sebagai daerah tampungan air dan sistem pengendalian air.

“Dari ketiga jenis rawa itu, hanya rawa reklamasi yang dapat dilakukan penimbunan. Itu pun jika dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas,” tuturnya. Budhi menambahkan, sebenarnya tidak ada pengaruh langsung antara banjir dengan  penimbunan rawa yang terjadi selama ini.

“Banjir yang terjadi dominan disebabkan air sungai yang pasang, bukan karena dampak penimbunan rawa. Tapi harus diakui, saat ini semakin banyak rawa yang ditimbun dan dialihfungsikan secara komersil,” imbuhnya.

Menurutnya, kalaupun ada yang disalahkan karena tak sesuainya izin penimbunan rawa, adalah pemerintah setempat (lurah dan camat, red) yang lalai dan tidak mengetahui persis izin yang diajukan.
“Sebagai pemerintahan setempat, mereka (lurah dan camat, red) seharusnya lebih mengetahui wilayahnya. Jika lurah dan camat sudah memberikan izin, artinya sudah sesuai aturan. Kami (Dinas PU Bina Marga dan PSDA) sifatnya hanya melanjutkan rekomendasi saja,” cetus Budhi tanpa bermaksud menyalahkan.

Tapi, memang sudah seharusnya camat dan lurah mengetahui berapa luas daerah rawa dan jenis rawa apa saja yang ada di wilayah hukum masing-masing. Di dalam Perda No 11 Tahun 2012, hanya ada data untuk rawa konservasi yang luasnya 2.106,13 hektare dan rawa budidaya seluas 2.811,21 hektare.
Sedangkan rawa reklamasi, tidak ada datanya. “Rawa reklamasi dapat dialihfungsikan setelah mendapatkan izin dari wali kota,” cetusnya.


0 comments:

Post a Comment